PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN TSTS UNTUK MENINGKATKAN MOTIVASI DAN PRESTASI BELAJAR FISIKASISWA KELAS X
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Pendidikan merupakan
kebutuhan utama setiap warga negara, di mana mereka dapat mengembangkan potensi
yang dimiliki seluas-luasnya
sehingga mampu ikut serta dalam pembangunan demi kemajuan suatu negara.
Tidak dapat di pungkiri bahwa pendidikan telah banyak memberikan kontribusi
dalam kehidupan manusia, terbukti dengan semakin majunya ilmu pengetahuan dan
teknologi yang membawa manusia ke era globalisasi. Pendidikan merupakan sebuah
indikator yang sangat penting untuk mengukur kemajuan sebuah bangsa. Suatu
negara harus mampu mengembangkan pendidikan sehingga memiliki daya saing dengan
bangsa lain. Atas dasar inilah, negara wajib untuk ikut serta dalam upaya
penyelenggaraan proses pendidikan dengan sebaik-baiknya, akan tetapi dalam
kenyataannya banyak masalah yang harus dihadapi untuk mengembangkan pendidikan
agar mampu bersaing di era global.
Salah satu masalah yang
sering timbul dalam bidang pendidikan adalah masalah yang terkait dengan proses
pembelajaran. Pembelajaran merupakan proses yang kompleks yang melibatkan
interaksi antara guru dan siswa yang diarahkan untu mencapai suatu tujuan
tertentu (Wina Sanjaya 2015). Pada
kenyataannya proses pembelajaran tidak selamanya berjalan sesuai yang
diharapkan, kadang-kadang menyenangkan, kadang-kadang membosankan,
kadang-kadang lancar, kadang-kadang tersendat. Itulah kenyataan yang terjadi
dalam proses pembelajaran di kelas, tetapi dengan kenyataan seperti itulah
konsep pembelajaran harus dirubah menjadi sesuatu yang menyenangkan. Suatu
keberhasilan dalam proses pembelajaran di sekolah tidak semata-mata tergantung
dari guru tetapi juga terletak pada siswa.
Aktivitas belajar yang
dilakukan siswa juga merupakan salah satu faktor penting dalam kegiatan belajar
mengajar. Proses belajar mengajar adalah suatu peristiwa yang melibatkan dua
pihak guru dan siswa dimana guru berfungsi sebagai pemberi materi pelajaran dan
siswa menerima pelajaran, pengaruh atau sesuatu yang diberikan oleh guru ( Abuddin Nata, 2016). Mengingat
bahwa kegiatan belajar mengajar diadakan dalam rangka memberikan
pengalaman-pengalaman belajar pada siswa. Jika siswa aktif dalam proses belajar
maka kemungkinan besar siswa akan dapat mengambil makna dari pembelajaran
tersebut.
Berdasar hasil observasi
awal dengan cara melakukan pengamatan langsung proses berlangsungnya
pembelajaran Fisika di kelas X MIA 1 SMAN 9 Tana Toraja diperoleh informasi
bahwa ditemukan beberapa masalah terkait pembelajaran. Siswa kurang aktif
terlibat ketika proses pembelajaran berlangsung. Metode ceramah dan diskusi
kelompok yang diterapkan belum mampu meningkatkan motivasi belajar siswa. Motivasi
belajar siswa dalam proses pembelajaran masih cukup rendah dibuktikan dengan
siswa tidak memperhatikan kegiatan belajar mengajar yang sedang berlangsung. Selain
itu ketika disuruh bertanya mengenai materi yang belum dipahami hanya ada
beberapa orang yang mengajukan pertanyaan, sedangkan siswa lain cenderung hanya
diam dan mendengarkan. Prestasi belajar siswa juga masih tergolong rendah, hal
ini terlihat dari jumlah siswa yang mampu mencapai Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM).
Untuk lebih jelasnya, berikut ini tabel nilai ketuntasan siswa:
Tabel
1. Nilai Akhir Siswa Mata Pelajaran
Fisika Kelas X
No
|
Kelas
|
Jumlah Siswa
|
Tuntas
|
Belum Tuntas
|
||
1.
|
X
MIA 1
|
35
|
16
|
45,71%
|
19
|
54,28%
|
2.
|
X
MIA 2
|
35
|
27
|
77,14%
|
8
|
22,85%
|
3.
|
X
MIA 3
|
35
|
28
|
80%
|
7
|
20%
|
Σ
|
105
|
71
|
67,61%
|
34
|
32,38%
|
Sumber:
Dokumentasi nilai sumatif guru mata pelajaran fisika SMA Negeri 9 Tana Toraja
tahun ajaran 2017/2018
Dari data di atas
terlihat bahwa sebesar 32,38% siswa kelas X belum karena belum mencapai
Kriteria ketuntasan Minimal (KKM). KKM untuk mata pelajaran fisika kelas X
adalah sebesar 65. Dari data diketahui bahwa kelas X MIA 1 merupakan kelas yang
paling rendah dalam mencapai KKM. Siswa yang mencapai KKM hanya sebesar 45,71%
dan sisanya sebesar 54,28% belum
mencapai KKM. Hal ini menunjukkan bahwa kelas ini paling bermasalah dengan
prestasi belajar.
Proses pembelajaran
akan berhasil jika siswa mempunyai motivasi dalam belajar karena motivasi
merupakan faktor pendukung yang sangat berpengaruh dalam pembelajaran. Mata
pelajaran Fisika yang bagi sebagian besar kalangan dianggap sebagai mata
pelajaran yang sangat susah dengan banyaknya persamaan-persamaan yang rumit.
Hal itulah yang menjadi salah satu faktor yang mempengaruhi menurunnya semangat
belajar Fisika dari siswa. Selain itu pemilihan model pembelajaran yang
digunakan guru saat proses pembelajaran juga sangat mempengaruhi semangat dan
motivasi belajar dari siswa.
Saat ini ada banyak
metode pembelajaran atau model pembelajaran, salah satunya adalah model pembelajaran Two Stay Two Stray. Model pembelajaran Two Stay Two Strey
merupakan suatu model pembelajaran dimana
siswa belajar memecahkan masalah bersama anggota kelompoknya, kemudian dua
siswa dari kelompok tersebut bertukar informasi ke dua anggota kelompok lain.
Model pembelajaran ini dimana siswa dibagi menjadi beberapa kelompok yang
beranggotakan 4 orang. Kemudian dua orang bertamu ke kelompok lain dan dua
orang tinggal yang bertuga memberikan informasi kepada dua tamu kelompok.
Setelah selesai bertamu dua orang tamu undur diri dan kembali ke kelompoknya
untuk membagikan informasi yang di peroleh (Anita Lie 2002).
Berdasarkan uraian di
atas, maka peneliti bermaksud melakukan penelitian yang berjudul “Penerapan Model
Pembelajaran Two Stay Two Stray (TSTS) untuk Meningkatkan Motivasi dan
Prestasi Belajar Fisika Siswa Kelas X SMAN 9 Tana Toraja”
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan
latar belakang masalah di atas, maka dapat dikemukakan rumusan masalah dalam
penelitian ini adalah ;
- Bagaimanakah penerapan Model Pembelajaran Kooperatif TSTS dapat meningkatkan Motivasi Belajar Fisika siswa kelas X SMAN 9 Tana Toraja?
- Bagaimanakah penerapan Model
Pembelajaran Kooperatif TSTS dapat
meningkatkan Prestasi Belajar Fisika siswa kelas X SMAN 9 Tana Toraja?
C. Tujuan
Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah di atas, tujuan yang
hendak dicapai melalui penelitian ini adalah:
- Mengetahui penerapan Metode Pembelajaran Kooperatif TSTS untuk meningkatkan Motivasi Belajar Fisika pada siswa kelas X SMAN 9 Tana Toraja.
- Mengetahui penerapan Metode Pembelajaran Kooperatif TSTS untuk meningkatkan Prestasi Belajar Fisika pada siswa kelas kelas X SMAN 9 Tana Toraja.
D. Manfaat
Penelitian
Dari hasil penelitian diharapkan dapat memberikan
manfaat baik dari teoritis maupun paktik
1. Teoritis
- Penelitian ini dapat memberikan penjelasaan mengenai penerapan metode pembelajaran TSTS terhadap motivasi belajar fisika siswa.
- Penelitian ini dapat memberikan penjelasaan mengenai penerapan metode pembelajaran TSTS terhadap prestasi belajar fisika siswa.
- Bagi Peneliti
- Bagi Siswa
- Bagi Guru
E. Batasan Masalah
1. Metode
Pembelajaran Kooperatif Tipe Two Stay Two Stray
Metode
Pembelajaran Kooperatif Tipe Two Stay Two Stray adalah salah satu metode
pembelajaran kooperatif yang memberikan kesempatan kepada siswa untuk
membagikan informasi dari hasil kerja kelompoknya kepada kelompok lain melalui
peran siswa sebagai stay dan stray. Tugas siswa yang tinggal (stay)
yaitu membagikan informasi dan hasil kerja kepada tamu dari kelompok lain,
sedangkan tugas yang bertamu (stray) yaitu menerima informasi yang
dibagikan dari kelompok lain.
2. Motivasi
Belajar Fisika
Motivasi belajar
fisika merupakan dorongan psikologi yang berasal dari diri seseorang baik
secara internal maupun eksternal dalam mempelajari fisika. Dengan demikian,
untuk memunculkan suatu motivasi dalam diri siswa, pembelajaran harus
menyenangkan sehingga siswa termotivasi dalam proses pembelajaran yang
ditunjukkan dari keterlibatan siswa untuk berpartisipasi aktif.
3. Prestasi
belajar fisika
Prestasi belajar
fisika adalah hasil yang telah dicapai siswa berupa penguasaaan pengetahuan
mata pelajaran ekonomi yang diberikan oleh guru dalam jangka waktu tertentu.
Prestasi belajar dapat diukur dengan tes dan non tes.
II. KAJIAN TEORI DAN KERANGKA
BERPIKIR
A.
Kajian
Teori
1.
Metode
Pembelajaran Kooperatif
a.
Pengertian
Pembelajaran Kooperatif
Pendekatan pembelajaran kooperatif merupakan kegiata
belajar yang berorientasikan pada kerja sama antarsiswa dalam kelompok-kelompok
tertentu dalam mencapai tujuan pembelajaran. Pembelajaran kooperatif ditandai
dengan siswa yang bekerja sama dalam kelompok kecil yang heterogen (Andayani 2015).
Menurut Agus Suprijino (2012:54) Pembelajaran
kooperatif adalah konsep yang lebih luas meliputi semua jenis kerja kelompok
termasuk bentuk-bentuk oleh guru. Beberapa keuntungannya antara lain:
mengajarkan siswa menjadi percaya guru, kemampuan untuk berfikir, mencari
informasi dari sumber lain dan belajar dari siswa lain, mendorong siswa untuk
mengungkapkan idenya secara verbal dan
membandingkannya denga ide tamannya, dan membantu siswa belajar menghormati siswa yang pintar dan
siswa yang lemah, juga menerima perbedaan ini.
Secara umum, pembelajaran kooperatif dianggap lebih diarahkan oleh guru,
dimana guru menetapkan tugas dan
permasalahan atau pertanyaan-pertanyaan
serta menyediakan bahan-bahan dan informasi yang dirancang untuk membantu
siswa menyelesaikan masalah yang dimaksud.
Menurut Anite Lie (2008:29) bahwa metode
pembelajaran kooperatif tidak sama dengan sekedar belajar kelompok. Ada
unsur-unsur dasar pembelajaran cooperatice
learning yang membedakannya dengan pembagia kelompok yang dilakukan
asal-asalan. Pelaksanaan prosedur metode cooperative
learning dengan benar-benar akan
memungkinkan pendidik mengelola kelas dengan lebih efektif.
Dari beberapa pendapat para ahli di atas mengenai
definisi metode pembelajaran kooperatif dapat ditarik kesimpulan bahwa metode
pembelajaran kooperatif adalah suatu metode pembelajaran yang menggunakan
sistem berkelompok dengan anggota lebih dari dua orang setiap kelompok di mana
setiap anggota saling bekerja sama dalam menyelesaikan permasalahan
pembelajaran sehingga dapat mencapai tujuan pembelajaran dengan baik.
b.
Ciri-Ciri
Pembelajaran Kooperatif
Nuhardi
(2004) memaparkan beberapa ciri-ciri pembelajaran kooperatif yaitu sebagai
berikut:
1) Setiap
anggota memiliki peran
2) Terjadi
hubungan interaksi langsung diantara siswa
3) Setiap
anggota kelompok bertanggung jawab atas belajaranya dan juga teman-teman
kelompoknya
4) Guru
membantu mengembangkan keterampilan-keterampilan inter personal kelompok
5) Guru
hanya berinteraksi dengan kelompok bila diperlukan
Tiga konsep sentral yang menjadi karakteristik
pembelajaran kooperatif sebagaimana dikemukakan Widdiharto (2004) yaitu
penghargaan kelompok, pertanggungjawaban individu, dan kesmpatan yang sama
untuk berhasil.
1) Penghargaan
Kelompok
Pembelajaran kooperatif
menggunakan tujuan-tujuan kelompok untuk memperoleh penghargaan kelompok.
Penghargaan kelompok diperoleh jika kelompok mencapai skor di atas kriteria
yang ditentukan. Keberhasilan kelompok didasarkan pada penampilan individu
sebagai anggota kelompok dalam mencipyakan hubungan antar personal yang saling
mendukung, saling peduli, dan saling membantu.
2) Pertanggungjawaban
Individu
Keberhasilan kelompok
tergantung dari pembelajaran individu dari semua kelompok. Pertanggungjawaban
tersebut menitik beratkan pada aktivitas anggota kelompok yang saling membantu
dalam belajar. Pertanggungjawaban secara individu juga menjadikan setiap
anggota siap untuk menghadapi tes dan
tugas-tugas lainnya secara mandiri tanpa bantuan teman kelompoknya.
3) Kesempatan
yang Sama untuk Mencapai Keberhasilan
Pembelajaran kooperatif
menggunakan metode skoring yang mencakup nilai perkembangan berdasarkan
peningkatan prestasi yang diperoleh siswa dari yang terdahulu. Dengan
menggunakan metode skoring ini setiap siswa baik yang berprestasi rendah,
sedang, atau tinggi sama-sama memperoleh kesempatan untuk berhasil dan
melakukan yang terbaik bagi kelompoknya.
2.
Model
Pembelajaran Kooperatif TSTS
a.
Pengertian
Model Pembelajaran Kooperatif TSTS
Model
pembelajaran Two Stay Two Stray merupakan metode pembelajaran dua tinggal dua tamu. Pembelajaran dengan
metode ini diawali dengan pembagian kelompok. Setelah kelompok terbentuk
guru memberikan tugas berupa
permasalahan-permasalahan yang harus mereka diskusikan jawabannya.setelah
diskusi intra kelompok selesai, dua orang dari masing-masing kelompok
meninggalkan kelompoknya untuk bertamu kepada kelompok yang lain. Anggota
kelompok yang tidak mendapat tugas sebagai tamu mempunyai kewajiban menerima
tamu dari suatu kelompok. Tugas mereka adalah menyajikan hasil kerja
kelompoknya kepada tamu tersebut. Dua orang yang bertugas sebagai tamu
diwajibkan bertamu kepada semua kolmpok. Jika mereka telah selesai melaksanakan
tugasnya, mereka kembali ke kelompoknya masing-masing. Setelah kembali ke
kelompok asal, baik peserta didik yang bertugas bertamu maupun mereka yang
bertugas menerima tamu mencocokkan dan membahas hasil kerja yang telah mereka
kerjakan (Agus Suprijono 2009).
Menurut
Anita Lie (2008:61-62) Teknik belajar mengajar dua tinggal dua tamu (Two
Stay Two Stray) dikembangkan oleh Spencer Kagan (1992) dan teknik ini bisa
digunakan dalam semua mata pelajaran dan untuk semua tingkatan usia anak didik.
Struktur dua tinggal dua tamu memberi kesempatan kepada kelompok untuk
membagikan hasil dan informasi dengan
kelompok lain dengan cara:
1) Siswa
bekerja sama dalam kelompok berempat seperti biasa.
2) Setelah
selesai, dua orang dari masing-masing kelompok akan meninggalkan kelompoknya
dan masing-masing bertamu ke dua kelompok yang lain.
3) Dua
orang yang tinggal dalam kelompok bertugas membagikan hasil kerja dan informasi
mereka ke tamu mereka.
4) Tamu
mohon diri dan kembali ke kelompok mereka sendiri dan melaporkan temuan mereka
dari kelompok lain.
5) Kelompok
membahas hasil-hasil kerja mereka.
sedangkan teknik perpindahan kelompok dalam
pembelajaran kooperatif Two Stay Two Stray dijelaskan dalam bentuk diagram oleh TIM Dosen PAI dalam bukunya yang
berjudul Bunga Rampai Penelitian dalam
Pendidikan Agama Islam sebagai
berikut:
Gambar
2.1. Alur perpindahan kelompok dalam metode pembelajaran TSTS (Two Stay Two
Stray)
b.
Langkah-Langkah
dalam Metode Pembelajaran Kooperatif Two
Stay Two Stray (TSTS)
Model pembelajaran TSTS di kembangkan oleh Spencer Kagan pada
tahun 1992. Model ini dapat digunakan pada semua materi pelajaran dan tingkatan
usia. Struktur dua tinggal dua tamu memberi kesempatan pada kelompok untuk
membagikan hasil dan informasi dengan kelompok lain. Hal ini dilakukan dengan
cara saling mengunjungi atau bertamu antar kelompok untuk berbagi informasi.
Menurut Lie (2002), langkah-langkah model pembelajaran yang dilakukan dengan
model two stay two stray yaitu:
1. Siswa
bekerja dalam kelompok berempat seperti biasa.
2. Setelah
selesai, dua orang dari masing-masing kelompok akan meninggalkan kelompoknya
dan masing-masing bertamu ke kelompok yang lain.
3. Dua
orang yang tinggal dalam kelompok bertugas membagikan hasil kerja dan informasi
kepada tamu mereka.
4. Tamu
mohon diri dan kembali ke kelompok mereka dan melaporkan temuan mereka dari
kelompok lain.
5. Kelompok
mencocokkan dan membahas hasil-hasil kerja mereka.
Langkah-langkah model pembelajaran two stay two
stray adalah sebagai berikut:
1. Pembentukan
kelompok heterogen. Pembentukan kelompok dalam kelas ditentukan olehguru yang
lebih mengetahui siswa yang pandai dan siswa yang lemah. Pembentukan kelompok
ini harus bersifat heterogen. Siswa-siswa dalam kelompok merupakan campuran siswa
dari tingkat kepandaian, jenis kelamin dan suku. Sehingga tidak akan ditemui
kelompok yang beranggotakan siswa yang pandai saja atau sebaliknya
2. Penjelasan
materi dan kegiatan kelompok. Guru memberikan informasi pada siswa berkenaan
dengan kegiatan yang dilakukan oleh siswa serta relevansi kegiatan dengan
materi pelajaran. Pada saat guru memberikan materi pelajaran, siswa sudah harus
berada dalam kelompok masing-masing, kemudian guru memberikan tugas dan
masing-masing kelompok mengerjakannya. Apabila terdapat kesulitan dalam
interpretasi petunjuk kegiatan, siswa dapat meminta bantuan guru.
3. Kelompok
memutuskan jawaban yang paling benar dan memastikan setiap anggota kelompok
memahami jawaban tersebut.
4. Setelah
selesai, dua orang dari masing-masing kelompok akan meninggalkan kelompoknya dan bertamu ke kelompok lain. Dua
orang yang bertugas membagikan hasil kerja dan informasi mereka kepada tamu
mereka.
5. Tamu
mohon diri dan kembali ke kelompok mereka sendiri dan melaporkan temuan mereka
dari kelompok lain.
6. Kelompok
mencocokkan dan membahas hasil-hasil
kerja mereka.
7. Pemberian
penghargaan. Kelompok yang mempunyai nilai rata-rata tiap anggota paling baik,
pantas diberi penghargaan. Skor yang dicapai tiap kelompok ini digunakan
sebagai dasar pembentukan kelompok baru.
c.
Tahapan-Tahapan
dalam Model Pembelajaran TSTS
Menurut
Lie pembelajaran kooperatif model TSTS terdiri dari beberapa tahapan sebagai
berikut:
1.
Tahap Persiapan
pada tahap persiapan ini, hal yang
dilakukan guru adalah membuat RPP (Rancangan Pelaksanaaan Pembelajaran), sistem
penilaian, menyiapkan LKS (Lembar Kerja Siswa) dan membagi siswa ke dalam
beberapa kelompok dengan masing-masing beranggotakan 4 siswa dan setiap
anggotakelompok harus heterogen dalam hal jenis kelamin dan prestasi belajar.
2.
Presentasi
Guru
Pada tahap ini, guru menyampaikan
indikator pembelajaran den menjelaskan materi secara garis besarnya sesuai
dengan rencana pembelajaran yang telah dibuat sebelumnya.
3.
Kegiatan
Kelompok
Dalam kegiatan ini, proses pembelajaran
menggunakan lembar kegiatan yang berisi tugas-tugas yang harus dipelajari
tiap-tiap siswa dalam satu kelompok. Setelah menerima lembar kegiatan dengan
konsep materi dan klasifikasinya, siswa mempelajari alam kelompok kecil yaitu
mendiskusikan masalah tersebut bersama anggota kelompoknya. Masing-masing
kelompok menyelesaikan atau memecahkan masalah yang diberikan dengan cara mereka sendiri. Masing-masing
siswa boleh mengajukan pertanyaan dan menjawab pertanyaan dari temannya. Kemudian dua dari anggota kelompok
meninggalkan kelompoknya dan bertamu ke kelompok lain secara terpisah,
sementara dua anggota yang tinggal dalam
kelompok bertugas membagikan hasil kerja dan informasi mereka ke tamu
mereka. Setelah memperoleh informasi dari anggota yang tinggal, tamu mohon diri
dan kembali ke kelompok masing-masing dan melaporkan temuan ari kelompok lain
serta mencocokkan hasil kerja mereka.
4.
Presentasi
Kelompok
Setelah belajar dalam kelompok dan
menyelesaikan permasalahan yang diberikan, salah satu kelompok mempresentasikan
hasil diskusi kelompoknya untuk dikomunikasikan atau didiskusikan dengan
kelompok lainnya. Dalam hal ini masing-masing siswa boleh mangajukan pertanyaan
dan memberikan jawaban ataupun tanggapan kepada keolmpok yang sedang
mempresentasikan hasil diskusinya. Kemudian guru membahas dan mengarahkan siswa
ke jawaban yang benar.
5.
Evaluasi
Kelompok dan Penghargaan
Pada tahap evaluasi ini, untuk
mengetahui seberapa besar kemampuan siswa dalam memahami materi yang telah
diberikan dapat dilihat dari seberapa banyak pertanyaan yang diajukan dan
ketepatan jawaban yang telah diberikan atau diajukan.
d.
Kelemahan
dan Kelebihan Model Pembelajaran TSTS
Suatu
model pembelajaran pasti memiliki kelebihan dan kelemahan. Menurut Eko
kelebihan dan kelemahan dari pembelajaran Two Stay Two Stray adalah sebagai
berikut:
1. Kelebihan
model pembelajaran Two Stay Two Stray
a. Pembelajaran
akan lebih bermakna.
b. Pembelajaran
berpusat pada siswa.
c. Siswa
akan lebih aktif.
d. Siswa
lebih berani mengungkapkan pendapatnya.
e. Meningkatkan
kemampuan berbicara siswa.
f. Dapat
meningkatkan minat siswa.
2. Kelemahan
model pembelajaran Two Stay Two Stray
a. Memerlukan
waktu yang lama.
b. Membutuhkan
banyak persiapan
c. Siswa
yang kurang akan bergantung kepada siswa yang pintar maka ada kecenderungan
siswa tidak mau belajar dalam kelompok.
3.
Motivasi
Belajar
a.
Pengertian
Motivasi Belajar
Motivasi sangat
diperlukan dalam proses belajar karena seseorang yang tidak mempunyai motivasi
dalam belajar tidak akan mungkin melakukan aktivitas belajar. Motivasi belajar
merupakan pengarah untuk kegiatan belajar agar tujuan yang sesuai harapan dapat
tercapai. Siswa dituntut agar memiliki motivasi belajar, karena preoses belajar
dan pembelajaran efektif didasarkan oleh adanya motivasi belajar yang kuat.
Menurut Surdiman
A.M (2011:75) motivasi belajar adalah faktor yang bersifat non-intelektual.
Peranannya yag khas adalah dalam hal penumbuhan gairah, merasa senang dan
semangat untuk belajar. Siswa yang memiliki motivasi yang kuat akan mempunyai
banyak energi untuk melakukan kegiatan belajar.
Motivasi belajar
adalah dorongan internal dan eksternal pada siswa-siswa yang sedang belajar
untuk mengadakan perubahan tinkah laku, yang timbul dari beberapa faktor
seperti; keinginan untuk berhasil dan
dorongan belajar, penghargaan, lingkungan belajar, dan kegiatan belajar yang
menarik (Hamzah B. Uno 2007).
Motivasi yang
dimaksud dalam penelitian ini adalah motivasi Belajar Fisika. Pengertian motivasi di atas dapat
diterapkan dalam pembelajaran Fisika karena tidak jauh berbeda dengan motivasi
belajar secara umum. Berdasarkan uraian tersebut dapat disimpulkan bahwa
motivasi belajar fisika merupakan dorongan psikologi yang berasal dari diri
seseorang baik secara internal maupun eksternal untuk suatu kompetensi tentang
bagaiman manusia mengalokasikan sumber daya yang terbatas untuk menghasilkan
komoditi atau barang-barang yang memberikan kepuasan bagi manusia serta
bagaimana barang-barang tersebut didistribusikan kepada orang lain.
b.
Fungsi
Motivasi Belajar
Motivasi belajar
Fisika sangat penting dalam kegiatan belajar mengajar pada mata pelajaran
fisika. Semakin tepat Motivasi Belajar fisika yang digunakan, akan semakin
berhasil berhasil pula pembelajaran fisika. Ada 3 fungsi motivasi dalam belajar
yaitu:
1) Mendorong
timbulnya tingkah laku atau perbuatan, tamnpa motivasi tidak akan timbul suatu
perbuatan misalnya belajar.
2) Motivasi
berfungsi sebagai pengarah, artinya mengarahkan perbuatan untuk mencapai tujuan
yang diinginkan.
3) Motivasi
berfungsi sebagai penggerak, artinya menggerakkan tingkah laku seseorang. Besar
kecilnya motivasi akan menentukan cepat atau lambatnya suatu pekerjaan.
c.
Ciri-ciri
Motivasi Belajar
Menurut Sardiman
A.M (2011:81) motivasi belajar yang ada
pada diri setiap orang itu memiliki ciri-ciri sebagai berikut:
1) Tekun
menghadapi tugas (dapat bekerja terus-menerus dalam waktu yang lama, tidak
pernah berhenti sebelum selesai)
2) Ulet
menghadapi kesulitan (tidak lekas putus asa)
3) Tidak
memerlukan dorongan dari luar untuk berprestasi sebaik mungkin (tidak cepat
puas dengan prestasi yang telah dicapainya)
4) Menunjukkan
minat terhadap bermacam-macam masalh untuk orang dewasa (misalnya masalah
pembangunan agama, politik, ekonomi, keadilan, pemberantasan korupsi,
penentangan terhadap setiap tindak kriminal, amoral, dan sebagainya).
5) Lebih
senang bekerja mandiri.
6) Cepat
bosan dengan tugas-tugas rutin (berulang-ulang begitu saja sehingga kurang
kreatif).
7) Dapat
mempertahankan pendapatnya (kalau yakin akan sesuatu)
8) Tidak
mudah melepaskan hal yang diyakini.
9) Senang
mencari dan memecahkan masalah soal-soal.
Ciri-ciri motivasi belajar fisika tidak jauh berbeda
dengan ciri-ciri motivasi belajar yang dikemukakan Sardiman A.M. siswa yang
memiliki ciri-ciri tersebut dalam kegiatan pembelajaran fisika berarti orang
tersebut memiliki motivasi belajar fisika yang tinggi. Motivasi belajar fisika
siswa dalam kegiatan belajar mengajar ditunjukkan dalam hal tekun mengerjakan
tugas, ulet dalam memecahkan masalah dan mampu mempertahankan pendapatnya. Guru
perlu mendrong dan menumbuhkan motivasi belajar kepada siswa agar tumbuh
motivasi belajar fisika yang tinggi.
4.
Prestasi
belajar
a.
Pengertian
Prestasi
Menurut Tim
Kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi Ketiga
(2001:895) “Prestasi adalah hasil yang telah dicapai atau dari yang
telah dilakukan atau dikerjakan. Sehubungan dengan kaitan ini, Sardiman A,M
(2011:21) menyatakan bahwa belajar merupakan rangkaian kegiatan jiwa raga,
psiko-fisik untuk menuju perkembangan pribadi manusia seutuhnya, yang
menyangkut unsur cipta, rasa dan karsa serta ranah kognitif, afektif dan
psikomotor.
Berdasarkan
uraian di atas, yang dimakasud dengan prestasi belajar dalam peneltian ini
adalah suatu hasil yang telah dicapai oleh siswa setelah mengalami perubahan
dalam penguasaan pengetahuan. Penilaian prestasi belajar yang ditekankan adalah
penilaian pada aspek pengetahuan (kognitif). Penilaian aspek kognitif dilakukan
setelah siswa mempelajari satu kompetensi dasar yang harus dicapai, akhir dari
semester, dan jenjang satuan pelajaran.
b.
Faktor-faktor
yang Mempengaruhi Prestasi Belajar
Faktor-faktor
yang mempengaruhi prestasi belajar dapat digolongkan kedalam dua golongan yaitu
faktor intern yang bersumber pada diri siswa dan faktor ekstern yang bersumber
dari luar diri siswa. Faktor intern terdiri dari kecerdasan atau intelegensi,
perhatian, bakat, minat, motivasi, kematangan,
kesiapan, dan kelelahan. Sedangkan faktorekstern terdiri dari lingkungan
keluarga, lingkungan sekolah, dan lingkungan masyarakat (Slameto 2003). Proses dan
hasil belajar dipengaruhi oleh dua faktor yaitu faktor luar dan faktor dalam.
Faktor luar terdiri dari:
1)
Faktor lingkungan yang meliputi
lingkungan alam seperti sirkulasi udara, suhu, kebisingan, penerangan, ruang
belajar dan lain-lain, serta lingkungan sosial seperti suasana sekolah, suasana
di rumah dan suasana di masyarakat.
2)
Faktor instrumental seperti kurikulum,
program sarana dan prasarana, serta guru.
Faktor dari dalam terdiri dari:
1)
Faktor fisikologis, seperti kondisi
fisik secara umum, kondisi alat indera.
2) Faktor
psikologis, seperti minat, bakat, kecerdasan, motivasi dan kemampuan kognitif.
Berdasarkan pendapat di atas, maka dikemukakan bahwa
prestasi belajar dipengaruhi oleh faktor antara lain faktor dari dalam dan dari
luar, faktor dari dlama terdiri dari faktor fisikologis dan psikologis,
sedangkan faktor dari luar ada faktor lingkungan dan instrumental seperti
kurikulum dan progra, atau pembelajaran yang salah satunya adalah pembelajaran
kooperatif tipe Two Stay Two Stray yang nantinya dapat mempengaruhi prestasi
belajar siswa.
B.
Kerangka
Berfikir
Berdasarkan
kajian teori yang dijabarkan di atas dapat diambil suatu kerangka berpikir
bahwa pembelajaran merupakan suatu upaya yang dilakukan guru kepada siswa dalam
menyampaikan ilmu pengetahuan dengan berbagai metode pembelajaran sehingga
siswa dapat melakukan kegiatan belajar mengajar dengan efektif dan efisien
serta bisa mendapatkan hasil yang maksimal. Apabila hasil yang diperoleh siswa
mencapai maksimal itulah yang dimaksud telah mencapai tujuan pembelajaran
dengan baik.
Pembelajaran
konvensional cenderung menggunakan metode ceramah dan latihan soal ketika guru
menyampaikan materi sehingga hanya terjadi komunikasi satu arah. Hal ini
mengakibatkan siswa terlihat pasif dan jenuh dalam proses pembelajaran, kondisi
ini menjadikan motivasi belajar siswa menjadi rendah yang mengakibatkan
prestasi juga menurun sehingga proses pembelajaranpun terasa kurang optimal.
Oleh karena itu diperlukan suatu metode pembelajaran yang mampu menciptakan
suasana yang menyenangkan sehingga dalam proses pembelajaran siswa menjadi
aktif dan bersemangat.
Penerapan Model Pembelajaran
Kooperatif Two Stay Two Stray pada
siswa kelas X SMAN 9 Tana Toraja diharapkan dapat membantu siswa yang mengalami
kesulitan belajar ekonomi yang akhirnya dapat memahami materi yang diajarkan
dan dapat meningkatkan motivasi dan prestasi belajar fisika.
C.
Hipotesis
Penelitian
Dalam penelitian
yang akan dilakukan ini ada beberapa hopotesis yang telah disusun berdasarkan
rumusan masalah dan teori yang ada, yaitu:
1. Penerapan
pembelajaran kooperatif tipe TSTS dapat meningkatkan motivasi belajar fisika kelas X SMAN 2 Tana Toraja.
2. Penerapan
pembelajaran kooperatif tipe TSTS
dapat meningkatkan prestasi belajar
fisika siswa kelas X SMAN 9 Tana Toraja.
III. METODE PENELITIAN
A. Jenis Penelitian
Jenis penelitian
ini merupakan Penelitian Tindakan Kelas (PTK) atau Classroom Action Research (CAR) dalam bentuk kolaborasi. Penelitian
ini dilakukan secara kolaboratif sehingga peneliti tidak melakukan penelitian sendiri, namun
berkolaborasi atau bekerjasama dengan guru fisika. Wina Sanjaya menyebutkan
tiga istilah penting berhubungan dengan Penelitian Tindakan Kelas yaitu:
Pertama,
penelitian adalah suatu proses pemecahan masalah yang dilakukan secara
sistematis, empiris dan terkontrol. Kedua, tindakan adalah perlakuan tertentu
yang dilakukan oleh peneliti. Ketiga, kelas menunjukkan pada tempat proses
pembelajaran dilakukan. Dari penjelasan di atas maka penelitian tindakan kelas
dapat diartikan sebagai proses pengkajian
masalah pembelajaran dalam kelas melalui refleksi diri dalam upaya untuk
memecahkan masalah tersebut dengan cara melakukan berbagai tindakan yang
terencana dalam situasinya serta menganalisis setiap pengaruh dari perlakuan
tersebut.(Wina Sanjaya 2016)
B.
Tempat
Penelitian
Penelitian ini
dilaksanakan di kelas X ........................................... ....
C.
Desain
Penelitian
Menurut
Kemmis, dalam penelitian tindakan kelas
komponen acting (tindakan) dan observing (pengamatan) dua kegiatan
tersebut haruslah dilakukan dalam satu kesatuan waktu, begitu berlangsungnya
satu tindakan begitu pula observasi juga dilakukan. Didalam desain penelitian
Kemmis dikenal sistem siklus. Artinya dalam satu siklus terdapat suatu putaran
kegiatan yang terdiri dari perencanaan, tindakan, pengamatan, dan refleksi.
Ketika siklus satu hampir berakhir, namun peneliti masih menemukan kekurangan
ketika dilakukan refleksi, peneliti bisa melanjutkan pada siklus kedua. Siklus
kedua dengan masalah yang sama, namun dengan teknik yang berbeda.
D.
Subjek
Penelitian
Subjek
penelitian tindakan kelas ini adalah peserta didik kelas X ......................... ....................
E.
Instrumen
dan Perangkat Pembelajaran
Prosedur
dan langkah-langkah dalam melaksanakan tindakan mengikuti model yang
dikembangkan oleh Kemmis berupa siklus spiral yang terdiri dari: perencanaan
tindakan, pelaksanaan, observasi, dan refleksi, yang diikuti siklus spiral
berikutnya. Selanjutnya untuk pengumpulan data, digunakan instrumen sebagai
berikut:
1. Rancangan
pembelajaran
Instrumen ini peneliti cancang yang
terdiri dari: (1) rancangan pembelajaran siklus I ; (2) rancangan pembelajaran
siklus II ; dan (3) rancangan pembelajaran siklus III.
2. Lembar
Observasi
Instrumen ini dirancang untuk
mengumpulkan data mengenai aktivitas belajar siswa.
3. Tes
Hasil Belajar
F.
Metode
Penelitian
Penelitian
tindakan kelas ini mengikuti model Kemmis dan Taggart yang dilakukan dalam
bentuk siklus, masing-masing siklus terdiri dari empat tahap, yaitu tahap
perencanaan, pelaksanaan, pengamatan dan refleksi. Siklus berakhir apabila hasil
penelitian yang diperoleh sudah mencapai indikator keberhasilan penelitian.
Penelitian
tindakan ini direncanakan terdri dari dua siklus. Setiap siklus dilaksanakan
sesui dengan perubahan yang ingin dicapai. Sebelum dilaksanakan tindakan,
terlebih dahulu peserta didik diberikan tes awal (pre-tes) dengan maksud
mengukur kemampun awal siswa berkaitan dengan materi yang akan diajarkan.
Setiap
sklus dalam penelitian ini mengikti prosedur berkut: (1) perencanaan; (2)
pelaksanaan tindakan; (3) observasi; (4) refleksi. Secara rinci penelitian
tindakan kelas ini dijabarkan sebagai berikut:
1.
Perencanaan
Kegiatan yang dilakukan dalam tahap
ini meliputi:
a. Membuat
skenario pembelajaran,
b. Membuat
lembar observasi,
c. Membuat
alat bantu pebelajaran yang diperlukan dalam rangka membantu siswa memahami
konsep-konsep fiska dengan baik,
d. Mendesain
alat evaluasi, untuk melihat apakah materi fisika telah dikuasai siswa
2.
Pelaksanaan
Tindakan
Kegiatan yang akan dilakukan pada
tahap ini adalah melaksanakan skenario pembelajaran yaitu 3 kali pertemuan
untuk setiap siklus. Adapun langkah-langkah pelaksanaan tindakan sebagai acuan
penyusunan skenario pembelajaran adalah sebagai berikut:
a. Kegiatan
Pendahuluan
1. Menyampaikan
tujuan dan materi pembelajaran;
2. Memotivasi
siswa;
3. Memberikan
apersepsi
b. Kegiatan
Inti
1. Guru
menyampaikan konsep fisika sesuai dengan materi yang akan diajarkan
2. Guru
membagi siswa kedalam beberapa kelompok yang terdiri dari 4-5 siswa pada
masing-masing kelompok yang akan dibuat
3. Guru
memberikan satu permasalahan yang berbeda untuk setiap kelompok sebagai topik
diskusi
4. Siswa
melakukan diskusi terkait dengan topik permasalahan masing-masing kelompok dan
guru memandu siswa dalam berdiskusi
5. Setelah
melakukan diskusi, dua orang dari masing-masing kelompok pergi dari kelompok
asal ke kelompok lain untuk bertamu sesuai dengan panduan dari guru
6. Siswa
yang tinggal dalam kelompok asal bertugas memberikan informasi terkait dengan
hasil diskusi kelompok mereka kepada dua orang tamu yang datang bertamu.
7. memperoleh
informasi dari dua anggota yang tinggal, tamu mohon diri dan kembali ke
kelompok masing-masing dan melaporkan temuan dari kelompok lain serta
mencocokkan hasil kerja mereka.
8. Setelah
belajar dalam kelompok dan menyelesaikan permasalahan yang diberikan, salah
satu kelompok mempresentasikan hasil diskusi kelompoknya untuk dikomunikasikan
atau didiskusikan dengan kelompok lainnya. Dalam hal ini masing-masing siswa
boleh mengajukan pertanyaan dan memberikan jawaban atapun tanggapan kepada
kelompok yang sedang mempresentasikan hasil diskusinya. Kemudian guru membahas
dan mengarahkan siswa ke jawaban yang benar.
c. Kegiatan
penutup
1. Guru
bersama siswa merangkum hasil pembahasan
2. Guru
menyampaikan pembelajaran yang akan dilakasanakan pada pertemuan berikutnya
3. Guru
menutup pertemuan
3.
Observasi
Pada
tahap ini hasil yang diperoleh setelah melakukan pengamatan pada saat
pelaksanaan tindakan, yaitu melihat apakah pelaksanaan tindakan sudah sesuai
skenario pembelajaran yang telah dibuat. Setelah itu dilakukan evaluasi, yaitu
untuk melihat keberhasilan pelaksanaan tindakan.
4.
Refleksi
Pada
tahap ini hasil yang telah diperoleh setelah pelaksanaan tindakan, observasi
dan evaluasi, didiskusikan, dianalisis dan dilihat kelemahan-kelemahan yang ada
pada siklus sebelumnya dan akan diperbaiki pada siklus berikutnya.
Secara sederhana alur pelaksanaan tindakan
digambarkan sebagai berikut:
Gambar 3.1 Desain penelitian
tindakan model Kemmis dan Mc Taggart
G.
Teknik
Pengumpulan Data
Dalam pengumpulan data penelitian
dibutuhkan teknik pengumpulan data yang sesuai dengan data yang diperlukan
dalam penelitian. Teknik pengumpulan data yang degunakan dalam penelitian ini
adalah
1. Observasi
Observasi merupakan metode
pengumpulan data melalui pengamatan dan pencatatan perilaku pada subyek
penelitian yang dilakukan pada saat pelaksanaan tindakan.
2. Tes
Tes digunakan untuk memperoleh data
mengenai peningkatan prestasi belajar siswa melalui instrumen berupa soal-soal
tes.
3. Dokumentasi
Metode dokumentasi merupakan suatu
cara memperoleh data mengenai hal-hal tertentu terutama peninggalan tertulis,
arsip-arsip dan sebagaimana yang berkaitan dengan subyek yang diteliti
H.
Teknik
Analisis Data
Tahapan
sesudah pengumpulan data adalah tahap analis data. Data dianalsis dengan
analisis statistk deskriftif kualitatif dan kuantitatif. Analisis data
kualitatif dalam penelitian dilakukan sejak sebelum memasuki lapangan, selama
dilapangan, dan setelah selesai di lapangan. Namun dalam penelitian kualitatif,
analisis data lebih difokuskan sama proses di lapangan bersamaan dengan
pengumpulan data (Sugiyono, 2008). Dalam penelitian ini analisis dilakukan
selama dan setelah pengumpulan data dianalisis yang meliputi mereduksi data,
menyajikan data, dan menarik kesimpulan (Miles, M.B & Huberman, 1992).
a. Reduksi
Data
Reduksi
data dapat diartikan sebagai proses pemilihan, pemusatan perhatian pada
penyerdehanaan, pengabstrakan, dan transformasi data kasar yang muncul
catatan-catatan tertulis di lapangan. (Miles, M.B & Huberman, 1992). Hasil
tes yang diberikan utuk data kualitatif yang masih berupa angka dianalisis
secara deskriftif. Serta catatan observasi dimungkinkan masih dalam bentuk
informasi yang belum jelas, maka dlakukan reduksi data dengan cara pemilihan ,
pemusatan perhatian pada pesederhanaan dan transformasi atau yang diperoleh
melalui observasi lapangan (Suharsimi, 2008).
b. Menyajikan
Data
Setelah
mereduksi, maka selanjutnya adalah menyajikan data. Data-data yang disajikan
adalah data-data tes awal, observasi, dan catatan lapangan. Data yang telah
disajikan tersebut selanjutnya dibuat penafsiran dan evaluasi berupa penjelasan
tentang perbedaan antara ancangan dan pelaksanaan tindakan, perlunya perubahan
tindakan, alternatif tindakan yang dianggap tepat, penafsiran peneliti dan guru
yang terlibat dalam pengamatan, dan kendala yang dihadapi.
c. Penarikan
Kesimpulan
Pada tahap ini
yang dilakukan adalah memberikan kesimpulan terhadap data-data hasil
penafsiran. Kesimpulan dalam penelitian ini merupakan temuan baru yang
sebelumnya belum ada. Temuan tersebut berupa deskripsi suatu objek yang
sebelumnya masih belum jelas, sehngga setelah di teliti menjadi jelas.
Untuk
data tentang hasil belajar dianalisis dengan menggunakan statistik deskriptif
kuantitatif yaitu nilai rata-rata, standar deviasi, frekuensi, presentase nilai
terendah dan nilai tertinggi yang dicapai peserta didik setiap siklus dengan
cara:
1. Menghitung
nilai peserta didik dengan persamaan
Nilai
rata-rata dan standar deviasi dihitung dengan menggunakan rumus:
1. Menghitung
nilai rata-rata
2. Menghitung
standar deviasi
Keterangan:
X =
Mean
SD =
Standar Deviasi
x =
Skor Peserta Didik
N =
Jumlah Peserta Didik
G. Indikator Keberhasilan
Penelitian ini dikatakan berhasil
apabila:
a.
Motivasi belajar fisika peserta didik
mengalami peningkatan kategori dari siklus I ke siklus II
b.
Hasil belajar fisika peserta didik
mencapai skor ketuntasan sebesar 80% dari KKM
Dengan
maksud tersebut digunakan rumus sebagai berikut
(Sudjana, 2005).
Keterangan:
P = Persentase ketercapaian ketuntasan belajar
F = Jumlah sampel yang telah memperoleh
skor minimal
N = Jumlah obyek penelitian
DAFTAR PUSTAKA
Abuddin Nata. 2016. Ilmu Pendidikan Islam. Jakarta
: Prenada Media.
Agus
Suprijono. 2009. Cooperative Learning TEORI & APLIKASI PAIKEM.
Yogyakarta: PUSTAKA PELAJAR.
Andayani.
2015. Problema dan Aksioma Dalam Metodologi Pembelajaran Bahasa Indonsia.
Yogyakarta: Deepublish.
Anita
Lie. 2002. Mempraktikkan Cooperative Learning d Ruang-Ruang Kelas.
Jakarta: Grasindo.
Hamzah
B. Uno. 2007. TEORI MOTIVASI & PENGUKURANNYA Analisis di Bidang
Pendidikan. Jakarta: PT Bumi Aksara.
Nuhardi, 2004. Pembelajaran Kontekstual (Contextual
Teaching and Learning/CTL) dan Penerapannya Dalam KBK. Penerbit Universitas
Negeri Malang
Widdiharto, Rahmadi, 2004. Model-Model Pembelajaran
Matematika SMP. P3G Matematika Yogyakarta
Sardiman A.M. 2011. Interaksi dan Motivasi
Belajar Mengajar. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada
Slameto.
2003. BELAJAR dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhinya. REVISI.
1134/H/2003. Jakarta: PT asdi Mahasataya.
Sudjana, N. (2005). Penilaian Hasil Belajar Mengajar.
Remaja Rosdakarya: Bandung.
Sugiyono. (2016). Metode Penelitian Kuantitafi,
Kualitatif, dan R&D. Bandung: CV. Alfabeta.
TIM
Dosen PAI. 2016. Bunga Ramapi Penelitian dalam Pendidikan Agama Islam.
Yogyakarta: CV BUDI UTAMA
Wina Sanjaya. 2015. PERENCANAAN dan DESAIN SISTEM
PEMBELAJARAN. Jakarta: Kencana.
———.
2016. PENELITIAN TINDAKAN KELAS. Jakarta : Prenada Media.
Comments
Post a Comment